HI FRIEND

Selasa, 23 Desember 2014

FEATURE (YENI)

Kehidupan di Balik Sebentang Kain Putih
Tak mengenal lelah mengais pundi-pundi rupiah untuk menghidupi istri dan juga anak tercinta. Disaat bioskop-bioskop berceceran dikeramaian kota. Lewat dua buah bambu yang menjulang dan sebentang kain putih Bapak Miskadi tetap exsis menjalankan pekerjaannya untuk mengais rezeki demi keluarga yang banyak menaruh harap padanya.
Bekerja dengan jujur dan juga sepenuh hati, selalu sabar serta bersyukur apa yang telah didapat. Itulah pegangan hidup Pak Mis panggilan akrab yang disandangnya. Meski hanya bekerja sebagi pemutar film layar tancap, ia tetaplah tersenyum menjalani hidup.
Lelaki asal Desa Pilang kota Cirebon ini tetap konsisten menjalani pekerjaannya sebagai pemutar film layar tancap di era modern ini. Meski yang kita tahu bahwa era sekarang ini sebenarnya banyak berceceran bioskop atau gedung film, namun tak semua orang melupakan hiburan tradisional yang biasa disebut dengan layar tancap. Layar tancap ini adalah pemutaran film di area terbuka atau lapangan yang luas. Biasanya layar tancap digelar oleh orang yang sedangg menyelenggarakan hajatan ataupun untuk hiburan rakyat dalam acara tertentu di desa-desa. Pak Mis kerap kali masih di undang untuk memutarkan film layar tancap di acara-acara tertentu.
Bapak berumur 45 tahun ini menjalani profesi memutar film layar tancap ini kurang lebih sudah  selama 7 tahun, ia bertugas memutarkan layar tancap  milik Pak Rawit selaku bos yang memiliki peralatan untuk memutar layar tancap. Dalam pekerjaannya ia didapingi kawannya, dalam satu kelompok ada sekitar 2 sampai 3 orang yang bertugas. Dalam penyewaanya Pk Mis mengaku sekitar Rp.800.000 dalam sekali pemutaran film layar tancap, dan upah yang diterima Pak Miskadi dan kawan-kawan hanyalah Rp.100.000 per orang dan sisanya disetorkan untuk bos dan juga perawatan mesin dalam sekali pemutaran film layar tancap. Pemesanan film layar tancap yang tidak menentu hanya sekitar 4 kali dalam setahun ramainya, keadaan itu memaksa Pak Miskadi untuk kerja ekstra demi menghidupi keluarganya. Sehingga Pak Miskadi menyambi pekerjaanya dengan bekerja serabutan apapun kerjaan yang ditawarkan padanya selama merasa mampu ia kerjakan tanpa mengeluh.
Order  pemutaran layar tancap cukup ramai pada bulan-bulan Mulud (Maulud), Syawal Mulud, dan pada bulan Agustus pada saat perayaan kemerdekaan Republik Indonesia, itu pun bukan didaerah Cirebon biasanya yang mengundang dari daerah Kuningan, Majalengka sampai Subang. Daerah Cirebon kurang banyak peminatnya namun luar Cirebon masih cukup ramai.
Keluarga Bapak Miskadi jauh dari kata sejahtera, istri dari Pak Mis yaitu Ibu Be’a adalah penjual gorengan dan juga surabi. Ibu Be’a berdagang untuk membantu Pak Mis untuk mencukupi kebutuhan sehari-hari dalam desakan ekonomi yang terus menerus menjepit kaum seperti Pak Mis. Pak Mis dan juga Ibu Be’a dikaruniai 2 orang putri, putri sulungnya berusia sektar 18 tahun dan anak bungsunya berusia sekitar 6 tahun. Putri sulunya mempunyai kelainan dalam tumbuh kembang otaknya.
Pagi buta, krang lebih pukul 03.00 pagi, sebelum matahari menampakkan sinarnya Pak Miskadi dan juga sang istri mempersiapkan dagangan  yang akan dijual beserta juga alat-alat untuk menggoreng dan juga mencetak surabi. Pak Miskadi berjualan di pinggir jalan tak jauh dari rumahnya.
Pak Mis mengaku latar belakang pendidikannya dan juga sang istri sangat minim, sehingga ia sangat sulit untuk mencari pekerjaan lain katanya, selain dari bekerja menjadi buruh serabutan dan juga tukang pemutar film layar tancap, bagaimana tidak Pak Miskadi hanya mengenyam pendidikan sampai di Sekolah Dasar saja itu pun belum lulus begitu pula dengan sang istri.
Dalam kehidupan Pak Miskadi menjalankan profesinya sebagai tukang pemutar film layar tancap juga tidak mudah. Pak Miskadi mengaku cukup sulit untuk penjadi seorang pemutar film layar tancap. Mengapa tidak, jika order pemutaran film jauh dari Cirebon kendala selalu saja ada.Pengalaman Pak Miskadi, dalam pemutaran film layar tancap menggunakan alat pemutar bernama cenon atau sekarang ada alat yang lebih mutakhir lebih modern yaitu menggunakan infocus, namun infocus masih terbatas jumlah unitnya. Pak Miskadi biasanya menggunakan cenon karena banyak pemesan yang meminta itu. Menurut para penontonnya menggunakan alat pemutar cenon lebih cepat loading pergantian filmnya sedangkan infocus akan terasa lebih lama.
Kerap kali Pak Miskadi dan kawan-kawan mendapatkan kendala pada saat pemutaran film layar tancap. Kendala yang dituturkan oleh Pak Miskadi tersebut katanya, sering sekali pita film tidak mau jalan (macet) atau bahkan sampai putus tali pitanya. Keadaan seperti itu membut kerugian pada Pak Miskadi karena menutaran film layar tancapnya otomatis akan gagal.
Walaupun demikian, namun Pak Miskadi mengaku lebih baik menjalankan profesi menjadi tukang pemutar film layar tancap dibandingkan dengan kerjaan lain yang pernah dia geluti lainnya. Karena menurutnya ia akan mendapatkan uang lebih cepat dibandingkan dengan menjalani kerjaan lain seperti menukang atau lainnya, terlebih lagi saat order menumpuk, pesanan berdatangan. Hanya saja kendalanya karena order pemesanan pemutaran film jarang ada hanya bulan-bulan tertentu dan pemutaran film dilakukan pada saat malam hari hingga menjelang pagi sehingga kantuk kerap sekali datang pada saaat pemutaran film berlangsung.
Pada saat banyak berterbangan bantuan dari pemerintah untuk keluarga miskin atau yang kurang mampu keluarga Pak Miskadi ini mengaku tak pernah tersentuh sedikit pun oleh bantuan yang pemerintah telah layangkan untuk keluarga tidak mampu itu.

Sekarang harapan yang dimiliki oleh Pak Miskadi dan juga sang istri hanyalah membesarkan kedua putrinya. Pak Miskadi juga menaruh harapan besar kepada putri bungsunya agar kelak ia bisa menjadi orang yang sukses yang bisa mengangkat dan juga memperbaiki kehidupan keluarganya. Kemudian harapan yang sedang ia usahakan yaitu memperbesar usaha yang telah dibangun oleh sang istri. Memperbesar usaha warung gorengan dan surabi agar lebih baik dan juga memperbesar usahanya. Pak Miskadi mengaku hanya ingin memperbesar warung istrinya bukan berkeinginan untuk mempunyai usaha penyewaan pemutaran film layar tancap, mungkin sekali lagi karena omset yang kurang menentu.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar