Kehidupan
di Balik Sebentang Kain Putih
Tak
mengenal lelah mengais pundi-pundi rupiah untuk menghidupi istri dan juga anak
tercinta. Disaat bioskop-bioskop berceceran dikeramaian kota. Lewat dua buah
bambu yang menjulang dan sebentang kain putih Bapak Miskadi tetap exsis menjalankan
pekerjaannya untuk mengais rezeki demi keluarga yang banyak menaruh harap
padanya.
Bekerja
dengan jujur dan juga sepenuh hati, selalu sabar serta bersyukur apa yang telah
didapat. Itulah pegangan hidup Pak Mis panggilan akrab yang disandangnya. Meski
hanya bekerja sebagi pemutar film layar tancap, ia tetaplah tersenyum menjalani
hidup.
Lelaki
asal Desa Pilang kota Cirebon ini tetap konsisten menjalani pekerjaannya
sebagai pemutar film layar tancap di era modern ini. Meski yang kita tahu bahwa
era sekarang ini sebenarnya banyak berceceran bioskop atau gedung film, namun
tak semua orang melupakan hiburan tradisional yang biasa disebut dengan layar
tancap. Layar tancap ini adalah pemutaran film di area terbuka atau lapangan
yang luas. Biasanya layar tancap digelar oleh orang yang sedangg
menyelenggarakan hajatan ataupun untuk hiburan rakyat dalam acara tertentu di
desa-desa. Pak Mis kerap kali masih di undang untuk memutarkan film layar
tancap di acara-acara tertentu.
Bapak
berumur 45 tahun ini menjalani profesi memutar film layar tancap ini kurang
lebih sudah selama 7 tahun, ia bertugas memutarkan
layar tancap milik Pak Rawit selaku bos
yang memiliki peralatan untuk memutar layar tancap. Dalam pekerjaannya ia
didapingi kawannya, dalam satu kelompok ada sekitar 2 sampai 3 orang yang
bertugas. Dalam penyewaanya Pk Mis mengaku sekitar Rp.800.000 dalam sekali
pemutaran film layar tancap, dan upah yang diterima Pak Miskadi dan kawan-kawan
hanyalah Rp.100.000 per orang dan sisanya disetorkan untuk bos dan juga
perawatan mesin dalam sekali pemutaran film layar tancap. Pemesanan film layar
tancap yang tidak menentu hanya sekitar 4 kali dalam setahun ramainya, keadaan
itu memaksa Pak Miskadi untuk kerja ekstra demi menghidupi keluarganya.
Sehingga Pak Miskadi menyambi pekerjaanya dengan bekerja serabutan apapun
kerjaan yang ditawarkan padanya selama merasa mampu ia kerjakan tanpa mengeluh.
Order
pemutaran layar tancap cukup ramai pada
bulan-bulan Mulud (Maulud), Syawal Mulud, dan pada bulan Agustus pada saat
perayaan kemerdekaan Republik Indonesia, itu pun bukan didaerah Cirebon
biasanya yang mengundang dari daerah Kuningan, Majalengka sampai Subang. Daerah
Cirebon kurang banyak peminatnya namun luar Cirebon masih cukup ramai.
Keluarga
Bapak Miskadi jauh dari kata sejahtera, istri dari Pak Mis yaitu Ibu Be’a
adalah penjual gorengan dan juga surabi. Ibu Be’a berdagang untuk membantu Pak
Mis untuk mencukupi kebutuhan sehari-hari dalam desakan ekonomi yang terus
menerus menjepit kaum seperti Pak Mis. Pak Mis dan juga Ibu Be’a dikaruniai 2
orang putri, putri sulungnya berusia sektar 18 tahun dan anak bungsunya berusia
sekitar 6 tahun. Putri sulunya mempunyai kelainan dalam tumbuh kembang otaknya.
Pagi
buta, krang lebih pukul 03.00 pagi, sebelum matahari menampakkan sinarnya Pak
Miskadi dan juga sang istri mempersiapkan dagangan yang akan dijual beserta juga alat-alat untuk
menggoreng dan juga mencetak surabi. Pak Miskadi berjualan di pinggir jalan tak
jauh dari rumahnya.
Pak
Mis mengaku latar belakang pendidikannya dan juga sang istri sangat minim,
sehingga ia sangat sulit untuk mencari pekerjaan lain katanya, selain dari
bekerja menjadi buruh serabutan dan juga tukang pemutar film layar tancap,
bagaimana tidak Pak Miskadi hanya mengenyam pendidikan sampai di Sekolah Dasar
saja itu pun belum lulus begitu pula dengan sang istri.
Dalam
kehidupan Pak Miskadi menjalankan profesinya sebagai tukang pemutar film layar
tancap juga tidak mudah. Pak Miskadi mengaku cukup sulit untuk penjadi seorang
pemutar film layar tancap. Mengapa tidak, jika order pemutaran film jauh dari
Cirebon kendala selalu saja ada.Pengalaman Pak Miskadi, dalam pemutaran film
layar tancap menggunakan alat pemutar bernama cenon atau sekarang ada alat yang
lebih mutakhir lebih modern yaitu menggunakan infocus, namun infocus masih
terbatas jumlah unitnya. Pak Miskadi biasanya menggunakan cenon karena banyak
pemesan yang meminta itu. Menurut para penontonnya menggunakan alat pemutar
cenon lebih cepat loading pergantian filmnya sedangkan infocus akan terasa
lebih lama.
Kerap
kali Pak Miskadi dan kawan-kawan mendapatkan kendala pada saat pemutaran film
layar tancap. Kendala yang dituturkan oleh Pak Miskadi tersebut katanya, sering
sekali pita film tidak mau jalan (macet) atau bahkan sampai putus tali pitanya.
Keadaan seperti itu membut kerugian pada Pak Miskadi karena menutaran film
layar tancapnya otomatis akan gagal.
Walaupun
demikian, namun Pak Miskadi mengaku lebih baik menjalankan profesi menjadi
tukang pemutar film layar tancap dibandingkan dengan kerjaan lain yang pernah
dia geluti lainnya. Karena menurutnya ia akan mendapatkan uang lebih cepat
dibandingkan dengan menjalani kerjaan lain seperti menukang atau lainnya,
terlebih lagi saat order menumpuk, pesanan berdatangan. Hanya saja kendalanya
karena order pemesanan pemutaran film jarang ada hanya bulan-bulan tertentu dan
pemutaran film dilakukan pada saat malam hari hingga menjelang pagi sehingga
kantuk kerap sekali datang pada saaat pemutaran film berlangsung.
Pada
saat banyak berterbangan bantuan dari pemerintah untuk keluarga miskin atau
yang kurang mampu keluarga Pak Miskadi ini mengaku tak pernah tersentuh sedikit
pun oleh bantuan yang pemerintah telah layangkan untuk keluarga tidak mampu
itu.
Sekarang
harapan yang dimiliki oleh Pak Miskadi dan juga sang istri hanyalah membesarkan
kedua putrinya. Pak Miskadi juga menaruh harapan besar kepada putri bungsunya
agar kelak ia bisa menjadi orang yang sukses yang bisa mengangkat dan juga memperbaiki
kehidupan keluarganya. Kemudian harapan yang sedang ia usahakan yaitu
memperbesar usaha yang telah dibangun oleh sang istri. Memperbesar usaha warung
gorengan dan surabi agar lebih baik dan juga memperbesar usahanya. Pak Miskadi
mengaku hanya ingin memperbesar warung istrinya bukan berkeinginan untuk
mempunyai usaha penyewaan pemutaran film layar tancap, mungkin sekali lagi
karena omset yang kurang menentu.

Tidak ada komentar:
Posting Komentar