Hilangnya
Kemagisan Sintren Dimasa Kini
Oleh
Yeni Heryani
Bagaikan
seorang bidadari nan cantik jelita yang turun dari khayangan, seorang sintren
yang menari melenggak-lenggok mengikuti alunan musik dan lagu yang mengiringi
di depan para penontonnya. Walau sebelunya ia diikat dan dimasukkan kedalam
kurungan.
Sintren adalah kesenian tari tradisional
masyarakat Jawa, Khususnya di Cirebon. Kesenian Sintren dikenal juga dengan nama lais. Kesenian Sintren dikenal sebagai
tarian dengan aroma mistis/magis yang bersumber dari cerita cinta kasih Sulasih
dengan Sulandono. Arti dari sintren sendiri banyak sekali penafsiran dari
masyarakat Cirebon ada yang menafsirkan sintren berasal dari kata sesantrian
yang artinya meniru, da nada juga yang menafsirkan sintren berasal dari kata
sintru yang berarti angker.
Sintren
diperankan seorang gadis yang masih suci, dibantu oleh pawang dengan diiringi gending
6 orang dan juga sinden. Dalam perkembangannya tari sintren sebagai hiburan budaya, kemudian dilengkapi dengan penari
pendamping dan bodor (lawak). Pada awal
pementasan sintren biasanya si sinden akan mulai nembang (bernyanyi) diiring
dengan musik, itu dimaksudkan untuk menarik para penonton. Dalam tembangan
sintren yang kedua dimaksudkan untuk memanggil sintren.
Unsur-unsur magis dalam permainan Sintren dilihat dengan adanya dalang (pawang) yang bertugas untuk
memanggil roh Dewi Lanjar yang akan masuk kedalam badan si pemain sintren, si
pemain sintren ini haruslah seorang wanita perawan yang masih suci dan bersih.
Syarat ini tidak bisa dilanggar karena roh Dewi lanjar tidak akan sudi datang
dan masuk kedalam tubuh sintren dan pertunjukan tidak akan bisa berjalan. Pertunjukkan
sintren seperti permainan sulap. Dengan iiringi musik yang keras khas daerah,
sintren yang berpenampilan biasa tanpa polesan make-up diikat dengan seutas
tali disekujur tubuhnya dari mulai leher, tangan, hingga kakinya. Jika
difikirkan dengan akal sehat (nalar) sang penari tidak bisa bergerak apalagi
untuk membuka ikatan tali yang telah membelit tubuhnya. Setelah itu si sintren
dibaringkan di atas tikar dan tikar tersebutpun digulungkan pada tubuh si
penari sintren tersebut. Pada sebelah si
penari sitren disiapkan baju pengganti dan alat-alat untuk merias wajah si penari
sintren kemudian si penari sintren dikurungi dengan kurungan yang biasa
digunakan untuk mengurung ayam. Pada proses ini si pawang membakar dupa
(kemenyan) sambil membaca doa-doa. Suasana mistis mulai menelilingi disini.
Inilah saatnya roh Dewi Lanjar datang dan memasuki tubuh sang penari sintren.
Sinden terus menerus menembang sebai berikut: turun-turun sintren sintrene
widadari ana kembang yun ayunan ana kembang yun ayunan kembang kilaras ditandur
tengae alas paman bibi aja maras dalang sintren jaluk waras.
Tanpa
adanya bantuan dari orang lain secara logika si penai sintren tidak kan bisa
meloloskan dirinya dan berdandan dengan waktu yang singkat. Namun biasanya tak
berapa lama kurungan bergoyang-goyang itu menandakan bahwa si penari sitren
telah siap dengan dandanan dan tak lupa kaca mata hitamnya. Ajaib memang
kesenian Cirebon. Dan sintern pun mulai melenggak-lenggok menari dihadapan para
penonton. Para penonton biasanya berdesak-desakkan karena penasaran dengan pertunjukan. Pada
saat penonton mulai sawer dengan melempari uang-uang logam, dan yang menarik di
kesenian ini jika uang saweran logam itu mengenai tubuh sintren maka sintren
pun akan jatuh pingsan. Sintren akan mulai sadar lagi setelah si pawang
membacakan jampi-jampinya. Sintren pun akan kembali jatuh pingsan ketika uang
saweran kembali mengnai tubuhnya, dan begitu pun selanjutnya.
Menurut
warga Cirebon sendiri kesenian sintren dari dulu sampai sekarang terkadang
digelar pada acara hajatan perkawinan dan sunatan atau juga bisa juga di area
terbuka (mengamen).
Keunikan dari pertunjukan sintren ini kurang diperhatikan
oleh pemerintah sehingga kesenian tradisional asli Cirebon ini hampir punah
atau hilang ditengah-tengah era modern ini. Terlebih lagi para pemuda dan
pemudi kurang memperhatikan bahkan menganggap remeh kebudayaan sendiri. Mereka
lebih tertarik dengan kebudayaan asing. Sekarang kita cukup sulit untuk
menemukan pertunjukan sintren yang menggelar pertunjukannya di sekitaran kita.
Pada awalnya kesenian sintren menggunakan ritual-ritual yang
memanggil roh-roh untuk dimasukan dalam tubuh si penari sintren dan si penari
sintren juga harus satu garis keturunan sintren sendiri, namun pada era
sekarang grup sintren banyak yang menampilkan kepura-puraan semisal pembacaan
mantra tidak sungguh-sungguh tidak mengundang aura mistis, atau juga
berpura-pura kerasukan tidak seperti pada jaman dulu yang semuanya masih
menggunakan kepercayaan.
Kesenian
sintren yang hampir punah ini juga karena masyarakatnya sendiri yang kurang
kesadaran untuk mencintai dan melestarikan budaya sendiri. Bahkan gadis-gadis
keturunan para sintrennya pun belum tentu mau untuk menjalani permainan dalam
ritual pertunjukan sintren tersebut.
Sebenarnya kita bisa melestarikan kesenian sintren dengan cara
menjadikan grup pertunjukan sintren sebagai daya tarik wisata budaya asli Jawa
Barat ataupun pemerintah bisa membuat pagelaran seni Tari khas Kota Cirebon
bukan dan gadis-gadis keturunan para pemain sintren bisa menyadari potensi yang
ada pada dirinya serta bisa mengembangkan, sehingga dengan demikian budaya tarian
sintren bisa tetap terjaga kelestariannya dan tidak punah termakan era
globalisasi modern.
YENI
HERYANI
Mahasiswi
FKIP Bahasa Indonesia UNSWAGATI Cirebon

Tidak ada komentar:
Posting Komentar