HI FRIEND

Selasa, 23 Desember 2014

ARTIKEL (YENI)

Hilangnya Kemagisan Sintren Dimasa Kini
Oleh Yeni Heryani
Bagaikan seorang bidadari nan cantik jelita yang turun dari khayangan, seorang sintren yang menari melenggak-lenggok mengikuti alunan musik dan lagu yang mengiringi di depan para penontonnya. Walau sebelunya ia diikat dan dimasukkan kedalam kurungan.
Sintren adalah kesenian tari tradisional masyarakat Jawa, Khususnya di Cirebon. Kesenian Sintren dikenal juga dengan nama lais. Kesenian Sintren dikenal sebagai tarian dengan aroma mistis/magis yang bersumber dari cerita cinta kasih Sulasih dengan Sulandono. Arti dari sintren sendiri banyak sekali penafsiran dari masyarakat Cirebon ada yang menafsirkan sintren berasal dari kata sesantrian yang artinya meniru, da nada juga yang menafsirkan sintren berasal dari kata sintru yang berarti angker.
Sintren diperankan seorang gadis yang masih suci, dibantu oleh pawang dengan diiringi gending 6 orang dan juga sinden. Dalam perkembangannya tari sintren sebagai hiburan budaya, kemudian dilengkapi dengan penari pendamping dan bodor (lawak).  Pada awal pementasan sintren biasanya si sinden akan mulai nembang (bernyanyi) diiring dengan musik, itu dimaksudkan untuk menarik para penonton. Dalam tembangan sintren yang kedua dimaksudkan untuk memanggil sintren. 
Unsur-unsur magis dalam permainan Sintren dilihat dengan adanya dalang (pawang) yang bertugas untuk memanggil roh Dewi Lanjar yang akan masuk kedalam badan si pemain sintren, si pemain sintren ini haruslah seorang wanita perawan yang masih suci dan bersih. Syarat ini tidak bisa dilanggar karena roh Dewi lanjar tidak akan sudi datang dan masuk kedalam tubuh sintren dan pertunjukan tidak akan bisa berjalan. Pertunjukkan sintren seperti permainan sulap. Dengan iiringi musik yang keras khas daerah, sintren yang berpenampilan biasa tanpa polesan make-up diikat dengan seutas tali disekujur tubuhnya dari mulai leher, tangan, hingga kakinya. Jika difikirkan dengan akal sehat (nalar) sang penari tidak bisa bergerak apalagi untuk membuka ikatan tali yang telah membelit tubuhnya. Setelah itu si sintren dibaringkan di atas tikar dan tikar tersebutpun digulungkan pada tubuh si penari sintren tersebut.  Pada sebelah si penari sitren disiapkan baju pengganti dan alat-alat untuk merias wajah si penari sintren kemudian si penari sintren dikurungi dengan kurungan yang biasa digunakan untuk mengurung ayam. Pada proses ini si pawang membakar dupa (kemenyan) sambil membaca doa-doa. Suasana mistis mulai menelilingi disini. Inilah saatnya roh Dewi Lanjar datang dan memasuki tubuh sang penari sintren. Sinden terus menerus menembang sebai berikut: turun-turun sintren sintrene widadari ana kembang yun ayunan ana kembang yun ayunan kembang kilaras ditandur tengae alas paman bibi aja maras dalang sintren jaluk waras.
Tanpa adanya bantuan dari orang lain secara logika si penai sintren tidak kan bisa meloloskan dirinya dan berdandan dengan waktu yang singkat. Namun biasanya tak berapa lama kurungan bergoyang-goyang itu menandakan bahwa si penari sitren telah siap dengan dandanan dan tak lupa kaca mata hitamnya. Ajaib memang kesenian Cirebon. Dan sintern pun mulai melenggak-lenggok menari dihadapan para penonton. Para penonton biasanya berdesak-desakkan  karena penasaran dengan pertunjukan. Pada saat penonton mulai sawer dengan melempari uang-uang logam, dan yang menarik di kesenian ini jika uang saweran logam itu mengenai tubuh sintren maka sintren pun akan jatuh pingsan. Sintren akan mulai sadar lagi setelah si pawang membacakan jampi-jampinya. Sintren pun akan kembali jatuh pingsan ketika uang saweran kembali mengnai tubuhnya, dan begitu pun selanjutnya.
Menurut warga Cirebon sendiri kesenian sintren dari dulu sampai sekarang terkadang digelar pada acara hajatan perkawinan dan sunatan atau juga bisa juga di area terbuka (mengamen).
Keunikan dari pertunjukan sintren ini kurang diperhatikan oleh pemerintah sehingga kesenian tradisional asli Cirebon ini hampir punah atau hilang ditengah-tengah era modern ini. Terlebih lagi para pemuda dan pemudi kurang memperhatikan bahkan menganggap remeh kebudayaan sendiri. Mereka lebih tertarik dengan kebudayaan asing. Sekarang kita cukup sulit untuk menemukan pertunjukan sintren yang menggelar pertunjukannya di sekitaran kita.
Pada awalnya kesenian sintren menggunakan ritual-ritual yang memanggil roh-roh untuk dimasukan dalam tubuh si penari sintren dan si penari sintren juga harus satu garis keturunan sintren sendiri, namun pada era sekarang grup sintren banyak yang menampilkan kepura-puraan semisal pembacaan mantra tidak sungguh-sungguh tidak mengundang aura mistis, atau juga berpura-pura kerasukan tidak seperti pada jaman dulu yang semuanya masih menggunakan kepercayaan.
Kesenian sintren yang hampir punah ini juga karena masyarakatnya sendiri yang kurang kesadaran untuk mencintai dan melestarikan budaya sendiri. Bahkan gadis-gadis keturunan para sintrennya pun belum tentu mau untuk menjalani permainan dalam ritual pertunjukan sintren tersebut.
Sebenarnya kita bisa melestarikan kesenian sintren dengan cara menjadikan grup pertunjukan sintren sebagai daya tarik wisata budaya asli Jawa Barat ataupun pemerintah bisa membuat pagelaran seni Tari khas Kota Cirebon bukan dan gadis-gadis keturunan para pemain sintren bisa menyadari potensi yang ada pada dirinya serta bisa mengembangkan, sehingga dengan demikian budaya tarian sintren bisa tetap terjaga kelestariannya dan tidak punah termakan era globalisasi modern.
YENI HERYANI

Mahasiswi FKIP Bahasa Indonesia UNSWAGATI Cirebon

Tidak ada komentar:

Posting Komentar