Berkenalan dengan Tari Sintren
Oleh Lili
Marlina
Mahasiswi
Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia
Universitas
Swadaya Gunung Jati, Cirebon
Turun-turun sintren
Sintrene widadari
Nemu kembang ning ayunan
Nemu kembang ning ayunan
Kembange siti mahendra
Widadari temurunan ngaranjing
ning awak ira
Itulah lirik lagu yang biasa
mengiringi tari sintren saat dipentaskan
Kesenian tari
di Indonesia yang begitu banyak membuat Indonesia terkenal
dengan keragaman budayanya. Dari sekian banyak negara yang ada di dunia, Indonesialah yang memiliki kesenian tari yang
sangat beragam. Mulai dari Sabang hingga Merauke, setiap suku memiliki seni
tari yang berbeda. Di Indonesia sendiri, terdapat lebih dari 3000 tarian
asli Indonesia. Akan tetapi, saat ini banyak seni tari yang dimiliki Indonesia,
tidak terwarisi dengan baik dari generasi ke generasi berikutnya. Perubahan dan
perkembangan zaman, hampir mengikis keberadaan banyak seni tari yang ada, salah
satu seni tari yang sudah hampir punah adalah kesenian tari sintren.
Sintren
merupakan tari tradisional yang berasal dari pesisir utara pantai Jawa Barat
dan Jawa Tengah. Daerah persebaran kesenian ini diantaranya di Indramayu,
Cirebon, Majalengka, Jati Barang, Brebes, Pemalang, Banyumas dan Pekalongan.
Sintren dikenal juga dengan nama lain yaitu lais. Kesenian sintren ini
sebenarnya merupakan tarian mistis, karena didalam ritualnya mulai dari
permulaan hingga akhir pertunjukan banyak ritual magis untuk memanggil roh atau
dewa, agar kesenian ini semakin memiliki sensasi seni yang kuat dan unik. Tempat yang digunakan
untuk pertunjukan kesenian sintren adalah arena terbuka. Hal ini dimaksudkan
agar pertunjukan yang sedang berlangsung tidak terlihat batas antara penonton dengan
penari sintren maupun pendukungnya.
Ada beberapa
istilah dalam kesenian sintren,
yang pertama adalah
paripurna,
yaitu tahapan menjadikan
sintren yang dilakukan oleh Pawang, dengan membawa calon penari sintren bersama
dengan 4 (empat) orang pemain. Dayang dalam tari sintren sebagai lambang
bidadari (Widodari patang puluh) sebagai cantriknya Sintren. Kemudian Sintren
didudukkan oleh Pawang dalam keadaan berpakain biasa dan didampingi para
dayang/cantrik. Istilah yang kedua adalah balangan (mbalang). Balangan yaitu pada
saat penari sintren sedang menari maka dari arah penonton ada yang melempar
sesuatu ke arah penari sintren. Setiap penari terkena lemparan maka sintren
akan jatuh pingsan. Kemudian yang terakhir adalah istilah temohan. Temohan adalah penari sintren dengan nyiru/tampah atau nampan mendekati
penonton untuk meminta tanda terima kasih berupa uang ala kadarnya yang diberikan oleh para penonoton.
Pertunjukan sintren awalnya disajikan
pada malam bulan purnama dan menurut
kepercayaan masyarakat lebih utama lagi kalau dipentaskan pada malam kliwon,
karena di dalam kesenian sintren terdapat ritual dan gerakan yang sangat
berkaitan dengan kepercayaan adanya roh halus yang menjelma menjadi satu dengan
penari sintren. Persamaan pertunjukan zaman dahulu hingga sekarang, terkadang
pertunjukan kesenian ini bisa juga di butuhkan untuk memeriahkan hajatan
perkawinan atau sunatan. Perbedaannya pada saat ini adalah waktu pertunjukan
sintren semakin singkat dan terkadang ada yang memanipulasi pertunjukan, yang
artinya pertunjukan sudah tidak melibatkan roh lagi. Selain itu, pertunjukan sintren yang diadakan pada saat
ini sudah dicampur dengan musik dangdut
atau orkes, mungkin hal ini dimaksudkan untuk menarik perhatian penonton yang
lebih banyak.
Keadaan
zaman sekarang yang semakin maju, sulit sekali kita menemukan
pertunjukan tari sintren, sehingga membuat tari sintren lambat tahun mejadi tersingkirkan oleh
tari-tari modern yang ada sekarang. Saya pribadi merasa malu karena pemuda-pemudanya
lebih menggandrungi tari-tari modern dibandingkan tari tradisional. Saat ini juga orisinalitas sintren sudah tidak seperti dulu, karena
sudah dicampur dengan musik-musik lain
terutama dangdut. Hal ini bisa membuat tari sintren
dipaksa untuk mengikuti perkembangan zaman yang ada, meskipun sisi orisinalitas
tidak lagi penting untuk diperhatikan. Bisa kita
lihat perbedaan nyata yang ada sekarang, kebanyakan generasi mudanya enggan
untuk mengenal tari tradisional apalagi mempelajarinya.
Disisi lain dari pertujukannya sendiri, banyak
dari grup yang menampilkan kepura-puraan dalam pertunjukannya. Misalnya, ada
yang berpura-pura kerasukan, lalu mantra yang dibacakan terkadang tidak sungguh-sungguh, sehingga tidak
mengeluarkan nuansa magis sedikitpun. Adapula yang menjadi penari tidak
benar-benar gadis, meskipun penampilannya muda dan menarik. Bahkan pakaian yang
ditampilkan oleh pendamping sintren/dayang
menggunakan pakaian yang modern. Padahal
tari sintren merupakan salah satu ciri khas dari daerah Cirebon dan tari yang
memiliki keunikan yang sangat menonjol dibanding tari tradisional lainnya.
Namun, sebagian masyarakatnya berpersepsi bahwa
kesenian ini cenderung musrik karena ritualya bertolak belakang dengan ajaran
islam. Padahal setiap kesenian memiliki keunikan masing-masing dan ritual dari
tari sintren merupakan keunikan dari tari sintren itu sendiri. Gambaran negatif
tentang sintren sudah tertanam kuat pada sebagian masyarakat Cirebon. Hal ini
yang membuat tari sintren sudah jarang diminati oleh sebagian halayak umum.
Sebenarnya tari sintren bisa maju lagi apabila masyarakatnya mau merubah
persepsi negatifnya tentang sintren. Tidak hanya itu, jika tari sintren sering
dipentaskan ke berbagai daerah mungkin mayarakat akan lebih mencintai dan
mengenal tari sintren. Kesenian tari sintren sudah
termasuk kesenian yang langka, sungguh
beruntung sekali orang yang pernah menyaksikan kesenian ini secara langsung. Kelangkaan
kesenian ini didasari oleh masyarakat Cirebon yang tidak mau melestarikan dan mencintai kesenian
mereka sendiri. Jangankan untuk mencintai kesenian sintren, menjadi salah satu
bagian dari pertunjukan inipun mungkin mereka harus berpikir dua kali. Bisa saja mereka berat kalau harus
menjalankan ritual yang menjadi syarat penari sintren. Misalnya masih harus gadis
dan belum menikah, selain itu harus bersedia dimasuki roh kedalam
tubuhnya. Di masa globalisasi yang terjadi sekarang sebenarnya mudah untuk kita
mengembangkan tari sintren. Bisa saja dengan
cara pertunjukan sintren ditampilkan dalam suasana yang lebih modern, misalnya
dalam festival kebudayaan, seminar pelestarian kesenian sintren, atau
mengadakan event yang menampilkan kesenian sintren.
Ada juga beberapa
cara untuk melestarikan kesenian
ini, meskipun kita tidak harus menjadi bagian dari grup sintren, kita bisa
menjadikan pertunjukan sintren sebagai objek utama dalam kebutuhan wisata
budaya. Tidak sulit sesungguhnya menjadikan sebuah kesenian menjadi objek
wisata budaya. Hanya saja kita membutuhkan
tekad yang kuat dan keinginan yang besar , serta kecintaan terhadap
kesenian sintren dan kemampuan bekerjasama dengan grup kesenian sintren, semuanya akan berjalan dengan
baik. Hal
yang sangat penting untuk melestarikan tari sintren juga bisa dengan cara mendirikan
sanggar-sanggar pengenalan dan pelatihan tari sintren. Kemudian mengajak
masyarakat mulai dari anak-anak hingga remaja untuk masuk dalam sanggar tari
sintren, dengan begitu tari sintren bisa lebih dicintai dan dihargai sehingga
tari sintren tidak punah dan semakin maju. Kita harus bergotong royong untuk
melestarikan tari sintren, saling mengingatkan satu sama lain betapa pentingnya
kesenian tari sintren ini. Warisan
budaya nenek moyang yang diberikan kepada kita, jangan sampai hilang ditelan zaman
yang semakin modern. Orisinalitas
dan juga keunikannya harus tetap
dijaga dalam pertunjukan kesenian ini. Budaya dan
kesenian yang ada di Indonesia adalah milik kita bersama. Jangan sampai kita lebih mencintai budaya asing. Untuk itu marilah kita
berkenalan dengan tari sintren kemudian kita sama-sama mempelajari dan
melestarikan tari sintren yang merupakan salah satu aset budaya di Negara yang kita banggakan yaitu Negara Indonesia. Kalau bukan
kita yang melestarikannya terus siapa lagi? Karena kesenian tari sintren
merupakan milik kita bersama.

Tidak ada komentar:
Posting Komentar