Tak Sadari Surutnya
Bahasa Ibu
Oleh
Santi Purnama Sari
Mahasiswi
Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia Unswagati Cirebon
Indonesia merupakan negara yang
memiliki bermacam-macam suku, agama termasuk dengan bahasa. Indonesia bukan
hanya sekedar memiliki bahasa Indonesia sebagai bahasa yang digunakan sebagai
alat penguhubung untuk berkomunikasi dengan orang lain, tetapi Indonesia juga
memliki beraneka ragam bahasa yang merupakan ciri khas dari negara Indonesia
yang unik, seperti bahasa Bali, bahasa Batak dan beberapa bahasa lainnya
sebagai bahasa ibu termasuk bahasa yang berada didaerah Cirebon yaitu bahasa
Cirebon dan bahasa Sunda.
Hipotesis Brooks (Chaer, 2009:32)
mengemukakan bahwa kelahiran bahasa bersamaan dengan kelahiran kebudayaan, maka
melalui kebudayaan ini segala hasil ciptaan kognisi seseorang dapat pula
dimiliki oleh orang lain, dan dapat pula diturunkan kepada generasi berikutnya.
Dilihat dari hipotesis Brooks kita perlu menyadari bahwa teori tersebut benar
adanya. Bahasa merupakan suatu kebudayaan yang akan diturunkan kepada generasi
berikutnya, termasuk kebudayaan bahasa di daerah Cirebon yang memiliki dua
bahasa ibu yaitu bahasa Cirebon dan bahasa Sunda. Namun sangat memprihatinkan
ketika bahasa ibu tersebut sudah surut pemakaianya. Hal tersebut terjadi
seiring munculnya bahasa-bahasa slang seperti kata-kata lebay, jijay, keles,
dan beberapa bahasa slang lainnya. Selain itu pada kenyataannya bahwa berbicara
menggunakan bahasa gaul seolah-olah merupakan suatu keharusan agar dapat
dikatakan gaul. Seiring berjalannya waktu, di era globalisasi ini banyak
diantara masyarakat yang lebih senang dan merasa hebat menggunakan bahasa slang
dan kosakata asing yang diserap sekadarnya padahal dalam bahasa daerah dan
bahasa Indonesia sudah ada aturan ataupun kosakata yang memang sudah cocok
dengan gagasan yang diucapkan. Dalam hal tersebut mereka tak menyadari bahwa
sesungguhnya jika hal tersebut terus dibiarkan maka lambat laun bahasa ibu akan
surut bahkan bahasa slang dan bahasa asing yang muncul akan mengeserkan
kedudukan bahasa daerah dan terjadilah pencampuran bahasa serta dapat pula
menyebabkan kepunahan terhadap bahasa ibu.
Secara
tidak disadari bahwa sekarang bahasa daerah sedikit demi sedikit sudah mulai surut
terbukti dengan banyaknya bahasa slang dan kata-kata asing yang sering
digunakan oleh masyarakat masa kini. Bahkan bahasa halus cirebon yang disebut
dengan bebasan sudah jarang bahkan hampir tak terdengar, termasuk aksara sunda
dan aksara cirebon pun sudah mulai ikut surut. Padahal didalam menggunakan
bahasa bukan hanya mempelajari kosakata yang diucapakan melainkan makna dan
bentuk suatu penghargaan pula terhadap para nenek moyang yang sudah menciptakan
beratus-ratus atau bahkan berjuta-juta kosakata.
Membahas
bahasa yang merupakan suatu kebudayaan tentu menyangkut pula dengan jati diri
sebuah bangsa karena sebuah bangsa akan maju ketika di kalangan masyarakat
Indonesia benar-benar mempunyai jati diri. Jati diri sendiri berakar dari
daerah, salah satunya yaitu dengan menghormati kebudayaan termasuk menghormati
bahasa ibu yang sudah ditanamkan sejak kecil dan dipakai sebagai bahasa pertama
dan penanaman ini harus benar-benar ditanamkan pada generasi muda dan membuat mereka lebih mencintai budaya dan
lebih mencintai bahasa sendiri karena hal tersebut lebih terhormat dan dapat
pula menciptakan suatu kebanggan tersendiri. Kita memang harus mempunyai jati
diri dan lebih mencintai bahasa sendiri tentu bukan hanya sekedar bahasa daerah
saja melainkan pula bahasa Indonesia. Namun, bukan berarti bangga lalu
melupakan globalisasi, tetapi tetap harus mempunyai jati diri, ciri khas bahasa
Cirebon dan bahasa Sunda serta kedaerahan lainnya harus tetap ada. Tidak ada
suatu kesalahan ataupun tidak ada larangan untuk belajar bahasa asing. Belajar
bahasa selain bahasa daerah dan bahasa Indonesia merupakan hal yang
diperbolehkan dan tidak ada sangsi apapun bagi yang melakukannya karena disisi
lain dengan belajar bahasa asing dapat memberikan pengetahuan, kemampuan serta
mempermudah dalam kehidupan di era globalisasi. Namun hal yang salah adalah
ketika mempelajari bahasa asing lalu melupakan bahasa ibu.
Jika
dilihat dari sudut pandang pendidikan maka dalam pembelajaran bahasa daerah di
sekolah minat siswa untuk mempelajari bahasa daerah sudah mulai kurang untuk diminati.
Maka dari itu guru bahasa daerah perlu mencari cara pembelajaran yang menarik
agar siswa senang dan pada akhirnya tertarik untuk mempelajari serta melestarikan
bahasa daerah agar tetap dipakai oleh penuturnya. Dalam pembelajaran di sekolah
guru bahasa daerah dapat menerapkan cara belajar seperti dengan mengajarkan
lagu-lagu khas daerah Cirebon, diskusi tentang kebudayaan Cirebon, mengapresiasikan
budaya-budaya Cirebon dan menerapkan penggunaan bahasa Cirebon atau bahasa Sunda ketika mata pelajaran bahasa
daerah berlangsung agar siswa dapat lebih menghargai dan melestarikan bahasa
ibu sebagai bahasa pertama. Selain dikalangan pelajar, masyarakatpun perlu
menanamkan rasa cinta dan melestarikan kebudayaan salah satunya yaitu dapat
dilakukan dengan mengadakan lomba dikalangan masyarakat seperti lomba untuk
merayakan hari kemerdekaan Indonesia, lomba ulang tahun desa dan lain
sebagainya. Jika bukan kita sebagai masyarakat Cirebon siapa lagi yang mau
melestarikan. Maka dari itu, kesadaran, rasa hormat dan kebanggaan terhadap
bahasa ibu perlu ditanamkan baik dikalangan pelajar maupun masyarakat agar
tidak punahnya bahasa ibu.

Tidak ada komentar:
Posting Komentar